Hidup di Jerman: bantuan sosial untuk si miskin. Perlukah?

Di Jerman setiap orang yang bekerja dan bergaji wajib membayar pajak yang secara otomatis langsung dipotong dari gaji setiap bulannya. Disini aku pernah jelaskan bahwa untuk yang belum berkeluarga bisa dikenakan potongan sekitar 40% dari gaji setiap bulannya. Sebagian dari pajak ini digunakan negara untuk membantu rakyat yang membutuhkan (miskin) atau namanya disini Sozialhilfe.

Penerima Sozialhilfe ini berbeda-beda. Ada yang pengangguran, cacat, pensiunan yang tidak dapat lagi membiayai hidup mereka sehari-hari dikarenakan uang pensiun yang sangat kecil, atau mereka yang berupah sangat minimum sehingga tidak bisa membiayai diri dan keluarga mereka. Kategori lain yang sangat banyak akhir-akhir ini adalah para pengungsi dari negara lain terutama dari siria sana yang ujug-ujug datang dan bisa terima akomodasi dan duit gratis (yep aku memang kurang suka sama pengungsi).

Orang miskin di Jerman memang enak. Bisa dengan tenang datang dan minta bantuan ke negara. Maka negara akan memberikan duit untuk makan dan penginapan setiap bulannya kepada mereka. Tetapi tentu saja tetap bisa ditemukan gelandangan dimana-mana di Jerman, karena mungkin belum semua bisa dicover pemerintah. Tetapi terus terang aku sering bertanya-tanya apa perlu mereka dibantu? Kenapa kami yang bekerja harus mengorbankan setiap bulannya ratusan euro untuk mereka?

Tidak ada bedanya dengan di Indonesia yang memang identik dengan kebanyakan orang yang malas bekerja, kebanyakan pengangguran yang menerima Sozialhilfe adalah orang-orang yang malas. Mereka sudah keenakan menerima "gaji" perbulannya dari negara tanpa perlu melakukan apapun. Jumlah yang dikeluarkan berbeda-beda perkota tapi rata-rata tunjangan untuk hidup perbulan yang didapat seseorang adalah sekitar 300-400 € perbulan. Di TV sering ada program pemberitaan kemiskinan di Jerman seperti kemarin malam. Satu keluarga terdiri dari 2 orang tua dan 3 anak, dimana semuanya adalah Hartz 4 (atau penerima Sozialhilfe). 3 Anak dan semuanya sudah dewasa dan semuanya pengangguran. Salah satu yang diinterview adalah anak gadisnya yang berusia 19 tahun, yang begitu menerima transfer bantuan sosial dari negara sebesar 350 setiap bulannya, langsung ke toko baju dan menghabiskan 85€ untuk pakaian. Dia bahkan punya hutang sebesar 5000€ hasil berbelanja mode online. Dan ketika ditanya oleh reporter kapan mau cari kerja lagi...jawabannya adalah: saya tidak mau bekerja! Ngapain kalian urusin hidup saya, saya mau ke toko BH sekarang beli BH (itu setelah menghabiskan 85€ di toko baju). Masih 19 tahun dan sudah menjadi parasit negara sampai nanti dia mati.

Lalu kemarin juga ada satu keluarga dengan 5 anak yang menerima Sozialhilfe juga. Kepala keluarga nya setidaknya bekerja, tetapi sebagai tenaga bersih-bersih, dia tidak sanggup membiayai keluarganya. Pertanyaan lain muncul: kenapa Jerman tidak mengeluarkan hukum membatasi pembuatan anak bagi mereka ini? Yang bekerja dan berpenghasilan cukup saja berpikir dua kali untuk membuat anak kedua.

Yang lucunya penerima bantuan sosial ini didominasi oleh orang non Jerman seperti dari Turki, Hungaria, atau Eropa timur lain yang hijrah ke Jerman. Dengan bahasa jerman mereka yang tidak lancar, mereka menjawab interview-interview tersebut. Menurutku pribadi sungguh naas lagi, karena mereka hanya mau menerima uang dari negara ini, tanpa ada kemauan untuk membaur dan berintegrasi dengan budaya negara ini. Bagaimana bisa maju dan keluar dari kemiskinan kalau selalu menjadi katak dalam tempurung? Dan inilah yang terjadi pada para pengungsi yang ditolong Jerman dari Iran, Afganistan, dan negara tetangga lainnya. Para pengungsi ini kebanyakan tetapi tidak semua hanyalah manusia-manusia malas yang tidak mau peduli dengan negara yang sudah menolong mereka dan malah berusaha merusak negara ini. Mereka menerima bantuan sosial dari kami, tetapi di jalan, di shopping centre mereka berjalan dengan pongahnya seolah-olah mereka yang paling hebat dan kami adalah babunya. Ya bisa dibilang babu juga sih kita, karena kita selalu memberikan upeti kepada mereka.

pic from here

Lalu apakah kalau sudah bekerja, masa tua terjamin? Tidak! Banyak pensiunan yang berakhir seperti gambar diatas. Mengorek-ngorek tong sampah untuk mencari botol plastik kosong untuk ditukar dengan uang. Mereka ini dan juga orang-orang cacat wajar menerima bantuan sosial menurutku. Bekerja seumur hidup ternyata tetap tidak cukup untuk uang masa tua. Untuk mencari tambahan dan bekerja lagi tentu sudah tidak bisa. Kasihan. Dan terus terang beberapa puluh tahun kedepan akan lebih banyak jumlah pensiunan yang seperti ini nasibnya. Karena sebagian besar uang pensiunan sudah diambil negara untuk membantu pengungsi-pengungsi siria yang malas-malas tersebut. Jadi untuk orang Indonesia yang saat ini bekerja di Jerman...rencanakan masa tua dan uangmu dengan baik.

Oh iya, sebagai penutup. Menurut info dari program yang aku nonton kemarin malam, penerima Sozialhilfe di Bremen adalah 30% dari total penduduk kota tersebut. Banyak bukan? Jadi siapa bilang hidup di Jerman identik dengan uang dan kekayaan? It is real kalau uang pensiunan sudah banyak tersedot untuk Sozialhilfe. Makanya aku sering ketawa saja kalau membaca di grup orang Indonesia yang hidup di Jerman bahwa mereka yakin bahwa negara sudah mengatur segala porsinya dengan baik untuk mereka berikut masa tua mereka. Hahaha you are kidding me rite? Wake up!

Inggo Lia

No comments:

Post a Comment

Instagram