Hidup di Jerman: 6 Hal yang Aku tidak Suka

Tidak terasa sudah bertahun-tahun aku bermukim di negara ini. Manis asam asin rasanya persis seperti permen nano-nano. Plus banyak pahitnya juga. Aku senang disini, aku kerasan disini, dan aku tidak bisa membayangkan hidup di negara lain selain di negara ini. Tetapi seperti halnya ketika hidup di negara sendiri, di Jerman pun banyak hal yang tidak sreg atau disukai. Beberapa diantaranya aku tumpahkan dilembaran ini.
1. Studi
Belajar di negara ini butuh perjuangan yang sangat besar. Dimanapun termasuk di Indonesia yang namanya sekolah memang sulit, tetapi untuk menamatkan sekolah di Jerman menurut pengalaman pribadi butuh perjuangan yang benar-benar ekstra daripada yang dikeluarkan di kampung sendiri. Stress, tangisan berdarah-darah kata banyak mahasiswa Indonesia disini. Tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang drop out atau menyerah di tengah-tengah. Kalau diingat dulu masa-masa kuliah, terutama 3 mingguan sebelum ujian. Setiap hari ke perpustakaan untuk belajar. Datang ke perpustakaan jam 3 sore, pulang jam 3 pagi. Belum kalau ada tugas akhir kelompok yang harus diselesaikan sebelum ujian. Pagi nongkrong di perpustakaan bersama teman kuliah, sore lanjut belajar sendiri. Ah sedaplah pokoknya. Sudah bertahun-tahun lulus pun aku masih ingat jelas masa-masa itu.

2. Restoran Asia (Cina)
Kalau di Indonesia langsung terasa jelas perbedaan rasa di setiap restoran cina. Kalau di Jerman cenderung homogen. Sepertinya mereka semua menggunakan micin yang sama. Hanya satu restoran cina yang mempunyai rasa tersendiri di masakannya dan itu di Landshut, yang sayangnya jauh dari tempat tinggalku sekarang.

3. Variasi Restoran dan Service yang ditawarkan
Disini variasi restoran dan makanan yang ditawarkan itu-itu saja. Hidangan Italia, Jerman, Yunani, Turki, dan Cina. Tentunya semakin besar kotanya, semakin beragam yang ditawarkan. Tetapi bukan berarti rasanya enak semua. Engga! Di Ingolstadt misalnya, aku selalu kecewa kalau makan di restoran atau delivery. Bayangkan saja kamu duduk di restoran Italia, yang pemiliknya seorang Italia, dan mendapatkan Pizza dengan kualitas yang lebih buruk dari Pizza beku yang dijual di Supermarket. Sebulan yang lalu aku kecewa berat dengan delivery Burger langganan. Pesan jam 7 malam, burger baru diantar jam 21.30. Seandainya pembayaran tidak dilakukan secara online, pasti kami batalkan pesanan tersebut melalui telepon. Yah begitulah...

4. Iuran ZDF Rundfunkbeitrag
Iuran gak penting yang wajib dibayar semua umat di Jerman. Tidak pakai jasanya pun wajib bayar. Setiap tahun ibaratnya sedekah ke mereka sebesar 96€.

5. Trash TV
Trash TV merupakan program televisi yang meliput kehidupan penerima Hartz IV atau bantuan sosial pemerintah. Penerima bantuan sosial ini sayangnya kebanyakan manusia-manusia pemalas yang tidak mau kerja. Politik pemerintah disini pun payah. Tidak ada batasan waktu bagi penerima Hartz IV sehingga yang pengangguran dan akhirnya keenakan menerima bantuan ini, dapat menagih bantuan tersebut setiap bulannya seumur hidupnya. Umur 18 tahun pun sudah menerima bantuan Hartz IV dan tidak mau bekerja seumur hidupnya. Kami yang bekerja ini membayar pajak hanya untuk dimakan oleh pemalas-pemalas itu.

6. Tradisi Kado Natal
Tidak ada yang salah dengan tradisi Natal. Tetapi mencari kado untuk keluarga disini merupakan tugas yang sulit bagiku.

Demikian curhatku kali ini. Semoga menjadi bacaan yang menarik bagi yang berkunjung ke blog ini.
Happy reading!

Inggo Lia

No comments:

Post a Comment

Instagram